Kado untuk Pita

Oleh @renaibelle

Tanggapan kamu (5)

Indahnya bangku sekolah jika semua teman sekelas akur satu sama lain, kompak, belajar bareng, main bareng, dan sebagainya. Bangku SD tentu akan menjadi memori yang paling diingat saat sudah besar nanti, sehingga alangkah indahnya jika mengisinya dengan bercanda tawa satu sama lain.

Kini aku menginjak kelas 6 SD. Oiya kenalkan nama aku Mikhalea Jane Faza, panggil saja Mikha. Aku anak bungsu dari 3 bersaudara. Dua kakakku bernama Marlo dan Kezhia. Mereka berdua adalah sosok panutan ku karena mereka berdua sosok kakak yang baik, supel, dan ceria.
Di sekolah, aku berteman dekat dengan Alya dan Tania. Meskipun kami bertiga sangatlah dekat, namun kami tidak lupa untuk tetap dekat dengan teman-teman lainnya, karena Kak Kezhia pernah berpesan kepadaku untuk ‘Tidak mengkotak-kotakkan pertemanan’. Setiap masuk jam istirahat, aku dan teman-teman sekelas sering bermain lompat tali, petak umpet, bola bekel, dan lain sebagainya.
Hari ini hari jumat, aku dan teman-teman cewek bermain bola bekel. Alya membawa bola bekel barunya beserta enam buah anakan bola bekel kecil-kecil berwarna keemasan. Alya bercerita bahwa bola bekel tersebut adalah oleh-oleh dari paman nya yang berasal dari Jogja. Kami semua bermain secara bergiliran, tertawa terbahak-bahak karena bola lari tak tertangkap usai bola dipantulkan ke lantai karena kami belum lancar memainkannya.

Sesekali bola bekel lari ke bawah lemari buku yang berada di belakang kelas, memaksa kami harus tengkurap dengan tangan berusaha untuk meraih bola. Bosan bermain bola bekel, kami kembali memainkan lompat tali.

Lompat tali adalah salah satu permainan favoritku. Kali ini giliran aku yang membawa talinya. Terbuat dari susunan karet gelang yang dirangkai sedemikian rupa hingga mencapai panjang sekitar 3 meter. Kami anak-anak perempuan bermain dengan asyik, terkadang teman-teman laki-laki mencoba ikut bermain walaupun berujung mereka kalah di awal permainan karena menginjak tali. Hahaha.

Beberapa hari belakangan aku mulai memikirkan sesuatu. Pita. Ya, Pita. Dia kini tidak pernah ikut kami bermain lompat tali. Dia lebih memilih untuk menyendiri. Dia pun sering diganggu anak laki-laki. Mulai dari tasnya dilempar-lempar, bahkan diejek dengan kalimat yang terkadang membuatnya menangis. Aku baru menyadarinya. Ternyata selama ini Pita luput dari pandanganku. Aku mulai kasihan padanya.

Teman-teman perempuan lainnya tidak berani membela Pita, karena takut menjadi sasaran jahil selanjutnya oleh anak laki-laki. Pagi ini aku bertekad untuk membantu Pita. Aku tidak tahan melihatnya murung, sedih, dan tersiksa. Jam istirahat pun berbunyi. Teman-teman perempuan berlarian bermain di halaman.

Geng Dio mulai mengganggu Pita dengan melempar-lempar tas Pita. Aksi kejar-kejaran pun terjadi hingga keluar dari kelas. Aku pun ikut mengejar Dio dan teman-temannya. Tanganku berhasil meraih baju bagian belakang Dio. Aku menghentikan larinya. “Stop Dio! Kenapa kamu dan teman satu geng mu tak henti-hentinya mengganggu Pita?! Apa yang salah dengan dia?” tanyaku geram. “Hahaha. Pita sangat cupu. Lihat saja seragam putihnya yang menguning. Tas sekolahnya yang tidak pernah ganti sejak kelas 4,” kata Dio.

Teman-teman lain mulai mengerubungi kami. “Hanya karena itu kalian dengan tega mengganggu Pita! Kalian tidak boleh seperti itu. Kita semua berteman tanpa memandang bulu,” kataku. “Iya, aku setuju. Bukan berarti kamu kaya raya, berhak memperlakukan teman mu dengan seenaknya saja. Toh yang kaya kan orang tua mu, bukan kamu,” kata Alya membelaku. Kemudian Dio dan teman satu gengnya tertunduk menyesal dan meminta maaf kepada Pita. Pita pun dengan berbesar hati memaafkannya.

Sesampainya di rumah, aku menceritakan kejadian tadi kepada Kak Kezhia. Kakak memberikan ide bagus kepadaku. Dia menyarankanku untuk mengumpulkan uang bersama teman-teman untuk membelikan seragam baru untuk Pita. keesokan harinya aku bergerilya mengumpulkan uang dari teman-teman tanpa sepengetahuan Pita.

Hari ini aku sengaja berangkat sangat pagi karena akan menaruh bingkisan kado untuk Pita tanpa sepengetahuannya. Usai upacara bendera, aku dan teman-teman satu kelas berlarian masuk ke dalam kelas karena di luar sangat panas. Aku duduk di bangku sembari melihat Pita yang mulai perlahan jalan menuju bangkunya. Dia melepas topinya dan akan memasukkannya ke dalam laci mejanya, namun terhalang oleh benda besar sehingga topinya tidak dapat masuk. Kemudian Pita menarik benda besar itu.
Kemudian aku dan teman-teman berteriak, “Kejutaaaannnn! Buka buka buka!”. Pita terkejut, kemudian membuka bungkus kado itu perlahan. Satu stel seragam baru dan tas sekolah. Pita tersenyum bahagia dengan menitikkan air mata. “Terima kasih teman-teman,” ungkapnya. Kami dengan bergantian memeluk Pita.
Alya menyenggol tanganku, sembari berkata, “Bukan kah uang kemarin hanya cukup untuk membeli satu stel seragam, darimana datangnya tas itu?”. “Itu tas baruku kado ulang tahun dari Ayahku yang masihku simpan. Ku berikan saja padanya, karena sepertinya Pita lah yang lebih membutuhkan tas baru. Tasku masih banyak,” kataku.

Sekarang Pita menjadi sosok yang lebih ceria dan bergabung bermain dengan teman-temannya. Dio dan teman satu gengnya sudah tidak mengganggu Pita, karena sadar bahwa membully teman bukan tindakan yang baik. Aku pun kini berubah menjadi lebih mensyukuri apa yang telahku miliki.

Tanggapan kamu

wah baik kmu yh

20 Maret 2022, 20.19

Latest Reply

Iyahk donk

Terima kasih sudah membaca ^^

Terima kasih ^^

20 Maret 2022, 20.19

Wah kamu baik banget!

20 Maret 2022, 20.19