Oleh @renaibelle
Kalian pasti memiliki mata pelajaran favorit di sekolah kan? Begitu pula denganku. Aku sangat menyukai pelajaran olahraga dan matematika. Namun kesukaanku pada pelajaran olahraga, melebihi rasa sukaku dari mata pelajaran matematika.
Aku menyukai olahraga sejak masih kecil. Bagiku olahraga memberikan dampak yang baik bagi jasmani dan rohani ku. Aku menjadi lebih semangat, tubuhku tidak mudah sakit, dan pikiranku menjadi lebih fokus ketika sedang belajar.
Aku mewarisi bakat kelincahan dalam berolahraga dari ibuku. Ibuku bercerita bahwa saat beliau masih muda, beliau sering mengikuti kompetisi olahraga. Ibu sering mengikuti kompetisi bola voli dan bulu tangkis.
Ibu memperlihatkan foto-foto saat beliau mengikuti lomba-lomba. Wah, tubuh ibu tidak banyak berubah meskipun telah melahirkan tiga anak. Semakin sering ibu menceritakan padaku tentang pengalaman masa mudanya yang begitu membanggakan, semakin membuatku bertekad untuk memiliki keahlian juga di bidang olahraga.
Sedari kecil ibu sering mengajak kami sekeluarga berlari-lari pagi di alun-alun. Kebetulan rumah kami hanya berjarak sepuluh menit dari alun-alun, sehingga kami tidak perlu menggunakan kendaraan untuk mencapai alun-alun. Cukup berjalan kaki beramai-ramai, hitung-hitung pemanasan sebelum berlari.
Hari ini hari Kamis, aku sangat senang karena hari ini ada pelajaran olahraga. Jam pertama hingga ketiga. Saat pelajaran olahraga berlangsung, Pak Harjo,guru olahragaku di sekolah, beliau mengumumkan bahwa satu bulan lagi ada lomba sprint atau lari cepat 50 meter.
“Mikh, daftar sana gih lomba sprint ke Pak Harjo, kan kamu kalau lari enggak beda jauh sama kijang.” kata Lusia padaku.
“Hahaha kijang apaan. Berlebihan ih kamu Lus.” kataku sembari tersenyum.
“Perlombaan ini merupakan perlombaan tingkat kota. Jadi kalian akan bersaing dengan 13 sekolah lainnya. Tiap sekolah mewajibkan mengirimkan 4 siswa. Dua siswa dan dua siswi. Bagi kalian yang ingin ikut dalam perlombaan ini, segera daftarkan nama kalian ke kantor guru dan temui saya. Nanti saya akan menyeleksi mana siswa dan siswi yang akan saya kirim untuk lomba lari bulan depan.” kata Pak Harjo.
“Oiya, akan ada hadiah berupa trophy, sertifikat, dan sejumlah uang bagi pemenangnya.” lanjut Pak Harjo.
Mendengar kata hadiah membuatku makin semangat untuk mencoba ikut lomba tersebut. Usai Pak Harjo mengumumkan pengumuman tadi, kami melanjutkan olahraga lompat jauh.
Saat memasuki jam istirahat, aku di temani Lusia berjalan menuju ruang guru untuk bertemu dengan Pak Harjo, mendaftarkan diri mengikuti lomba sprint.
Pak Harjo memintaku menuliskan namaku di kolom yang telah disediakan. Di sana sudah terdapat 10 nama siswi yang mendaftarkan diri. Dari 28 siswa-siswi yang mendaftarkan diri, di dapatkan empat murid yang akan mengikuti lomba sprint, yakni Bayu, Gandi, Fella, dan aku.
Kami berlatih seminggu dua kali. Tiap hari minggu, aku di temani ibu ku berlatih berlari di alun-alun sembari ibu ku menghitung kecepatanku, berharap aku hanya menghabiskan waktu yang tidak banyak.
Hari yang menegangkan telah tiba. Sabtu ini akan di adakan lomba lari. Sebelum berangkat aku mengambil sepatu olahraga kesayanganku di rak sepatu. Aku lupa kapan terakhir memakai sepatu ini,sepatu ini terlihat berdebu tapi menurutku tidak masalah, karena sepatu ini sudah membawaku pada beberapa kemenangan.
Aku berangkat ke stadion di antar oleh Ibu. Namun ibu tidak bisa menemaniku lomba karena beliau harus mengantarkan pesanan kue ke pembeli.
Stadion sudah ramai dengan murid-murid dari sekolah-sekolah lain. Peserta lomba dan supporter mereka datang memenuhi tribun stadion. Beberapa teman-temanku juga sudah duduk bergerombolan di sana.
Aku menghampiri mereka, mendapatkan banyak dukungan, dan motivasi. Untuk mengurangi rasa gugup, aku berlari santai mengitari stadion, seperti yang di lakukan peserta lomba lainnya.
Di sela-sela lari entah apa yang membuatku tersandung kemudian jatuh. “Aduh, gawat!” kataku.
Tidak ada luka sedikit pun di tubuhku. Baju dan celanaku pun baik-baik saja, hanya sedikit pasir menempel. Tapi yang membuatku terkejut adalah, sepatuku “menganga”. Aku harus bagaimana. Tidak mungkin aku mengikuti lomba lari tanpa sepatu, karena bisa-bisa namaku di diskualifikasi dan jika di perbolehkan pun kakiku akan menjadi lecet-lecet pastinya.
15 menit lagi lomba lari akan dimulai. Aku berjalan sembari menenteng sepatu menuju tempat berkumpulnya para peserta lomba. Di sela-sela langkah kaki ku, tiba-tiba ada sosok yang menepuk pundak ku. Lusia.
“Hey, kenapa kamu berjalan kaki tanpa sepatu?” tanya Lusia. “Hmm, aku tadi tersandung dan sepatu menganga. Mungkin karena terlalu lama tidak kupakai dan dulu pernah kupakai meskipun hujan turun.” kataku.
Lusia tiba-tiba melepas kedua sepatunya dan menyerahkannya kepadaku. “Nih pakai saja sepatuku.” kata Lusia. “Trus bagaimana dengan mu?” tanyaku.
“Tidak masalah Mikh, kan aku hanya berdiri di tribun dan teriak-teriak saja. Hahaha.” kata Lusia.
Aku memakai sepatu Lusia dan aku berlari ke dekat garis start untuk menunggu instruksi. “Semangat Mikhaaa!” teriak Lusia. Aku tersenyum ke arah Lusia dan teman-temanku lainnya. Usai giliranku berlari sudah kulalui, aku duduk di tribun bersama teman-teman sembari menunggu pengumuman.
Tiba waktunya pengumuman, syukur alhamdulilah namaku di sebut sebagai juara 2, hanya berbeda 3 detik dari juara 1. Aku berterima kasih pada Lusia karena berkat sepatu yang dipinjamkan padaku berhasil membuatku menyerobot sebagai juara.
Tanggapan kamu
Nice~!
20 Maret 2022, 20.19
goooooooooooodddf
20 Maret 2022, 20.18