Senyum: Pelangi yang Indah

Oleh @priya

"Masa remaja adalah masa yang paling indah."

Itu pepatah yang kujadikan mantera penenang ketika aku memasuki gerbang sekolah baruku. Tatapan 'aneh' yang sulit aku artikan dari orang-orang sempat meruntuhkan kepercayaan diriku. Aku. Gugup. Sekali.

Tapi, aku menepis rasa gugup itu. Mereka hanya spekulasi yang belum tentu benar. Maka, aku melengkungkan senyuman.

Sebuah lukisan tidak akan sempurna jika tak berwarna. Masa remajaku pun sama, tidak akan penuh warna jika aku sendiri tidak berusaha mewarnainya.

Senyum, sapa adalah komponen warna yang wajib aku torehkan. Meski aku tak pandai berbasa-basi, aku tetap melakukannya, dan perlahan-lahan basa-basi akan menjadi perbincangan seru.

Memang, sikap orang itu berbeda-beda. Jadi, aku tak boleh sembarangan menyimpulkan bahwa mereka yang dingin tidak boleh jadi temanku. Yang memasang wajah datar belum tentu dia adalah si antagonis.

Jadi, aku yang dulunya pendiam dan selalu berpikir "whatever", berusaha keluar dari zona amanku. Aku menjadi si netral yang tidak masuk ke geng manapun yang berpotensi menciptakan pertengkaran. Aku tersenyum pada semua orang, aku tos dengan siapa saja, aku membantu teman-temanku yang tidak pandai menggambar di pelajaran seni.

Hasilnya? Aku jadi dikenali banyak teman dengan ciri khasku; selalu nyengir jika diajak ngomong.

Senyum adalah pelangi yang indah. Diam dan tidak acuh hanya akan menimbulkan hal yang tidak menyenangkan karena diri sendirilah yang menciptakan kebahagiaan.

Jadi, tersenyum adalah caraku untuk mendapatkan teman.