Berhenti Main Nggak Menghentikan Angelique Widjaja Menjejak Lapangan Tenis

Gantung raket di usia muda, nggak berarti Angelique Widjaja harus menyerah pada mimpinya!

Usianya masih 16 tahun saat ia mulai melangkah di pentas terbesar sedunia. Dia cuma gadis biasa dari Bandung, nggak ada yang berharap banyak dengan keikutsertaannya. Di hadapannya Dinara Safina, juara tenis Rusia, siap mengalahkannya. Angie Widjaja mengayunkan raketnya sambil berjalan di hadapan barisan penonton.

Siap sedia apapun yang terjadi.

Pertandingan tadi adalah Kejuaraan Junior di Wimbledon, turnamen tenis terbesar sedunia. Sebelumnya, Indonesia bahkan nggak pernah ada yang lolos babak kualifikasi buat bertanding di Wimbledon. Saat Angie Widjaja berjalan keluar lapangan hari itu, dia pergi dengan membawa trofi pemenang di tangannya dan bikin seluruh dunia tercengang dan bertanya-tanya “siapa sih cewek ini?”. Dialah orang Indonesia pertama yang berhasil memenangkan Wimbledon.

Yang jelas Angie nggak berhenti di situ aja.

Setelah itu, dia ikutan turnamen profesional pertamanya, Turnamen Wismilak International, yang saat itu diadakan di Indonesia, Bali tepatnya. Saat itu dia udah nggak bertanding melawan atlet junior lagi, Angie menghadapi semua orang; karena ya bayangin aja, turnamen itu penuh dengan atlet-atlet dunia dengan segudang pengalaman mereka. Saat diterima, Angie berada di peringkat 579 dunia

Usianya 17 tahun dan akan menjadi pemenang termuda dalam acaranya Asosiasi Tenis Wanita yang pernah ada. Coba kita ulangi lagi ya: seorang cewek Indonesia berumur 17 tahun melangkah ke turnamen yang penuh sama petenis profesional, dan berhasil mengalahkan mereka semua. Itu kayaknya nggak mungkin, kan?

Angie Widjaja mendadak ngetop di usia yang bahkan belum dewasa. Sejak 2001 hingga 2004, Widjaja bermain untuk dirinya sendiri dan demi Indonesia-- dan nyaris gagal meraih medali di Olimpiade 2004. Dia bermain di banyak turnamen besar dan orang-orang mulai membicarakannya sebagai calon juara dunia.

Yang terjadi selanjutnya, adalah bukti bahwa Angie memang berhati mulia. Di usianya yang ke 23, kakinya cedera. Cedera yang sangat parah. Berbagai usaha sudah ia lakukan agar kembali sembuh, tapi memang sakitnya nggak bisa hilang begitu aja. Kecepatan dan refleks Angie --2 hal yang bikin lawannya waspada-- tiba-tiba udah nggak sebaik dulu lagi. Dan cedera lutut menyusul beberapa tahun kemudian.

Angie melakukan hal yang nggak pernah terbayangkan sebelumnya, ya, dia memutuskan untuk berhenti bermain tenis. Dia gantung raket. Usianya saat itu bahkan belum 25 tahun. Dia bisa aja depresi dan nggak terima akan hal itu, tapi kenyataannya Angie tetap mencoba buat ngelakuin yang terbaik: dia kembali ke lapangan dan mengambil raketnya lagi! Tapi bukan sebagai pemain tenis, kali ini dia kembali ke lapangan untuk melatih generasi petenis wanita Indonesia yang lebih muda agar bisa sukses di kancah dunia. Angie bisa membuktikan bahwa kita nggak boleh berlarut-larut dalam kekecewaan dan tetep ngelakuin yang terbaik.